kesehatan hutan

Selasa, 18 Mei 2010

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI HAMA TUSAM (Pinus merkussi Jung Et De Vriese ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA KOTA AMBON

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI HAMA TUSAM (Pinus merkussi Jung Et De Vriese ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NONA KOTA AMBON


Oleh :

Fransina S. Latumahina
Mahasiswa Program Doktor pada Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta (Dosen Fak. Pertanian Universitas Pattimura Ambon)


ABSTRAK

Di Dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon terdapat tanaman tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese) yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis prioritas yang sedang dikembangkan untuk tujuan reboisasi demi mempertahankan fungsi konservasi kawasan. Hasil pemantauan terhadap komunitas tusam dalam kawasan tersebut ditemukan adanya serangan hama, yang di dikhawatirkan akan menganggu kwantitas maupun kwalitas dari pohon tusam, yang pada gilirannya juga akan berimbas pada keberadaan dan fungsi kawasan secara menyeluruh. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang tanaman tusam tersebut serta persentase serangannya. Data ini sebagai dasar untuk menentukan pengendalian hama pada tusam di Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon berbasis lingkungan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis hama yang menyerang tusam adalah siput daun dengan persentase serangan mencapai 29,96% dan intensitas serangan 20,78% (kriteria ringan) , ulat api coklat (Thosea sp.) persentase serangan mencapai 38,13% dan intensitas serangan 30,38% (kriteria sedang) , hama penggerek batang/ akar kupu coklat (Papilio sp.) persentase serangan mencapai 37,90% dan intensitas serangan 29,04% (kriteria sedang), rayap tanah (Mactotermes gilvus Hagen) persentase serangannya mencapai 60,53% dan intensitas serangan 68% (kriteria berat).


Kata kunci : Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon, hama, tusam











I. PENDAHULUAN

Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon dengan luasan 877, 78 hektar mempunyai fungsi dan peran yang cukup besar bagi masyarakat Kota Ambon ( pengatur tata air, pencegah banjir dan pencegah erosi). Dalam kawasan Hutan Lindung tersebut berisi vegetasi hutan yang sangat bervariasi, akan tetapi ditemukan komunitas pohon Tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese) yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis prioritas yang sedang dikembangkan dalam kawasan Hutan lindung Gunung Nona Kota Ambon. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tanaman pinus ternyata terserang hama, yang dikhawatirkan akan ikut menganggu kwantitas maupun kwalitas dari pohon tusam yang pada gilirannya juga akan berimbas pada keberadaan dan fungsi kawasan secara menyeluruh. Sebenarnya hama atau diidentikan dengan serangga mempunyai peranan yang sangat penting dalam jaring makanan, akan tetapi bila populasi serangga tersebut meningkat maka akan merugikan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang mendetail untuk mengetahui jenis hama dan intensitas kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman tusam serta akibat yang ditimbulkannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang tanaman tusam, persentase serangan dan persentase kerusakan yang diakibatkannya.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yakni penelitian lapangan di kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon, pada bulan Juli hingga September 2008 dan dilanjutkan penelitian di Laboratorium Biologi Dasar Fakultas KIP Universitas Pattimura Ambon pada bulan Oktober 2008 hingga November 2008. Hutan Lindung Gunung Nona tergolong iklim tipe B (Bulan Basah) dengan curah hujan pertahun sebesar 2,8396 mm dengan rata – rata hujan pertahun adalah 187,90 hari. Suhu udara makro di Kota Ambon mencapai 26,5 oC dan suhu mikro dalam kawasan 25, 5 oC dengan kelembaban mikro 75 %. Kondisi lahan dalam areal hutan lindung Gunung Nona adalah bergelombang hingga curam dengan kelerengan 8 hingga > 45 % dengan jenis tanahnya adalah batuan beku ( granit, kuarsa, peridotit ) dan batuan sedimen ( batu pasir dan koral).

B. Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pohon tusam, kertas tissue, kertas saring, kertas label., alkohol 70%, formalin 4%, kloroform, eter dan serangga yang menyerang tusam. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain jaring serangga, botol koleksi, kotak plastik, gunting stek, pisau, kertas amplop/papilot, altimeter, termometer, mikroskop dan kamera.
C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei pada areal seluas 87 ha ( Sampel 10 % dari total luas area ) dan dibuat jalur – jalur pengamatan dengan ukuran 100 meter x 10 meter dimana pada tiap jalurnya diambil 10 pohon sebagai sampel dan dilakukan pengamatan terhadap akar, batang dan daun. Data diperoleh melalui pengamatan secara visual, selain hal tersebut diatas juga dilakukan :
- Pengambilan Data sekunder meliputi keadaan curah hujan, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang diperoleh dari stasiun meteorologi Kota Ambon.
- Pengamatan gejala dan akibat serangan hama pada tusam.
- Untuk menghitung luas serangan akibat hama digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Natawigena (1982) dalam Sugiharso (1988)
a
P = x 100 %
b
Dimana : P = Luas serangan
a = Banyaknya tanaman contoh yang diserang
b = Banyaknya tanaman contoh yang diamati

- Menghitung intensitas kerusakan daun akibat serangan hama digunakan pendekatan intensitas kerusakan hama yang dikemukakan oleh Natawigena (1982) dalam Sugiharso (1988)
∑ (n x v)
IS = x 100 %
Z x N

Dimana : IS = Intensitas kerusakan
n = Jumlah daun pertanaman dari tiap kategori
v = Nilai skala dari tiap kategori
Z = Nilai skala yang ditetapkan tertinggi
N = Banyaknya daun pertanaman yang diamati
Besarnya nilai intensitas kerusakan dan luas serangan didasarkan pada kriteria serangan yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini,

Tabel 1. Kriteria penentuan nilai skala untuk setiap kategori serangan

Nilai Skala Presentase Kriteria
0 0 Normal
1 > 0-25 Ringan
2 > 25-50 Sedang
3 > 50-75 Berat
4 > 75 Sangat Berat
Sumber : Natawigena (1982) dalam Sugiharso (1988).

- Identifikasi hama menggunakan kunci identifikasi Anonimous, 1991; Borror et al , 1992; Kalshoven, 1981; Capinera, 2001.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil eksplorasi dan identifikasi diketahui ada beberapa jenis hama yang menyerang tusam di kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon yaitu,

1. Siput daun
Hama ini mudah dikenali karena mempunyai tubuh lunak yang berada dalam cangkang, tidak beruas, mempunyai dua antena dan tubuhnya mengeluarkan lendir. Siput daun tusam ukuran kecil berwarna coklat tua. Semua kelompok siput masuk dalam kelas Gastropoda, termasuk juga siput yang menyerang daun tusam. Umumnya hidup di daerah yang mempunyai kelembaban tinggi, bahan organik menjadi makanannnya (sampah-sampah), selain bahan organik yang telah busuk juga makan organik yang masih hidup seperti tanaman. Siput menyerang daun tusam muda dan dimakannya, tetapi apabila daun tusam tua maka tidak tuntas termakan atau hanya mengisap cairannya, akibatnya daun tusam terpotong-potong dan berwarna kuning kecoklat-coklatan dan layu, akhirnya daun kering. Akibat yang lebih fatal adalah apabila populasi siput meningkat seluruh daun tusam kering, tentunya hal ini mengakibatkan proses fotosintesa terhambat. Apabila tanaman tusam yang terserang maka dapat mengakibatkan kematian.

2. Ulat api coklat (Thosea sp)
Ulat api coklat digolongkan ke dalam ordo Lepidoptera, famili Limacodidae. Hama ini menyerang pucuk daun tusam akibatnya sebagian pucuk daun akan dimakan habis dan daun rontok secara perlahan – lahan dan yang tertinggal hanya cabang – cabang pohon. Pada saat penelitian ditemukan hama ini berada pada stadia larva. Larva memiliki bulu – bulu berwara coklat kehitaman di sepanjang tubuhnya dengan panjang antara 15 – 18 mm dan apabila tersentuh kulit tubuh manusia akan terasa menyengat seperti kena api. Panjang tubuh larva 4,5 cm – 5 cm dan lebar 8 – 9 mm berbentuk bulat panjang, mempunyai torak yang kecil. Larva memiliki tipe mulut menggigit- mengunyah



3. Kupu coklat/penggerek batang (Papilio sp)

Kupu coklat digolongkan ke dalam ordo Lepidoptera, famili Papilionidae. Pada saat penelitian yang ditemukan adalah sejumlah kepompong yang melekat pada dedaunan pohon tusam. Kepompong berwarna coklat kehitaman dengan garis – garis putih yang melingkar sepanjang kepompong dengan panjang rumah kepompong mencapai 5,5 cm dan diameter 1,5 cm. Gejala serangan kupu coklat yakni sebagian daun tusam yang sudah tua akan dimakan sehingga bagian yang tertinggal akan menjadi layu, berwarna kuning dan lama-kelamaan daun gugur.

4. Rayap tanah (Macrotermes gilvus Hagen)

Gejala serangan rayap tanah pada tegakan tusam mempunyai ciri yang khas, mudah dilihat karena pada permukaan batang ada penumpukan tanah. Lapisan tanah dimulai dari pangkal batang sampai ketinggian 0,5 m sampai 4 m. Apabila tanaman dibongkar maka akan tampak jelas serangan rayap dimulai dari akar, pangkal batang terus ke batang. Lapisan tanah yang ada dipermukaan batang merupakan saluran penghubung dengan sarangnya yang jauh di dalam tanah. Di dalam lapisan tanah ditemukan ditemukan rayap prajurit dan pekerja, rayap pekerja inilah yang melakukan penggerekan pada batang.
Hasil pengamatan dan identifikasi di laboratorium, rayap yang menyerang tusam adalah rayap tanah jenis Macrotermes gilvus Hagen masuk ke dalam famili Termitidae dan ordo Isoptera. Semua rayap makan bahan berselulosa termasuk pohon, tetapi perilaku makan (feeding behavior) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Dalam kehidupannya rayap merupakan serangga sosial yang membentuk koloni, bersifat polimorfisme yaitu dalam kelompok terdapat beberapa bentuk tubuh yang berbeda, masing-masing bentuk mempunyai tugas tertentu. Sehingga satu koloni rayap yang berjumlah besar terdiri dari kasta reproduktif, kasta prajurit dan kasta pekerja. Kasta reproduktif terdiri atas individu individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk ”ratu” atau ”raja” baru dari individu lain (biasanya dari kasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten (Tarumingkeng, 2004).

Persentase serangan dan Intensitas kerusakan
Persentase serangan akibat serangan hama pada tusam di Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon adalah siput daun ( 29,96% ), ulat api coklat ( 38,13% ), kupu coklat (37, 9% ) dan rayap tanah ( 60,53% ) sedangkan intensitas serangan yang ditimbulkan hama siput sebesar 20,78% tergolong kriteria ringan, ulat api coklat sebesar 30,38% tergolong kriteria sedang, kupu coklat daun tusam sebesar 29,04% tergolong kriteria sedang dan rayap tanah 68% tergolong kriteria berat.

IV. KESIMPULAN

1. Tusam yang berada di kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon terserang oleh empat jenis hama yaitu siput daun, ulat api coklat (Thosea sp), kupu coklat (Papilio sp), dan rayap tanah ( Macrotermes gilvus Hagen).
2. Persentase serangan akibat serangan hama pada tusam di Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon adalah siput daun ( 29,96% ), ulat api coklat ( 38,13% ), kupu coklat (37, 9% ) dan rayap tanah ( 60,53% ) sedangkan intensitas serangan yang ditimbulkan hama siput sebesar 20,78% tergolong kriteria ringan, ulat api coklat sebesar 30,38% tergolong kriteria sedang, kupu coklat tusam sebesar 29,04% tergolong kriteria sedang dan rayap tanah 68% tergolong kriteria berat.





DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Kanisius.Jogjakarta

Capinera, J.L. 2001. Handbook of Vegetable Pests. Academic Press. USA.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pe4st of Crops In Indonesia. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Borror, D J., C.A.Triplehorn, and NF. Johnson. 1992. An Introduction To The Study Of Insect (Pengenalan Pelajaran Serangga – Penerjemah drh. Soetiyono Partosoedjono, MSc. Dan Prof Dr. Mukayat Djarubito Brotowidjoyo, MSc.). Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

Sugiharso, S. 1988. Dasar Perlindungan Tanaman. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta IPB. Bogor.

Tarumingkeng, R.C., 1971 (2004). Biologi dan pengenalan rayap perusak kayu di Indonesia. Laporan no. 138. Lembaga Penenlitian Hasil Hutan. Bpgpr.

















EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI HAMA PADA TANAMAN TUSAM ( Pinus merkussi Jung Et De Vriese )

Serangan Hama Pada Tanaman Tusam
Di Areal Hutan Lindung
Gunung Nona Kota Ambon

Fransina.S.Latumahina.S.Hut.MP) 1,2
Email : sin_ latumahina@yahoo.com

1) Staf Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon
2) Mahasiswa program doktor Pada Fakultas Kehutanan UGM Jogyakarta


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung mutlak dilakukan dalam rangka mempertahankan fungsi dan peran hutan lindung sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, pencegah erosi serta pemelihara kesuburan tanah dengan mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh faKtor alam maupun manusia. Hutan lindung Gunung Nona Kota Ambon dengan luasan 877, 78 ha memiliki fungsi dan peran yang cukup besar bagi masyarakat Kota Ambon, nmaun dalam kurun waktu tiga tahun belakangan kawsaan ini mengalami goncangan akibat serangan hama maupun penyakit dalam kawasan. Serangan hama mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan pohon bahkan dapat mengakibatkan kematian pohon akibatnya kwalitas dan kwantitas hasil hutan akan mengalami penurunan dan pada gilirannya berimbas pada fungsi dan peran hutan lindung.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir keberadaan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon mengalami kerusakan yang semakin meningkat akibat serangan hama, penyakit, gulma, kebakaran maupun karena aktivitas manusia dengan pengambilan kayu maupun pembukaan areal untuk pemukiman dan pertanian secara berlebihan didalam dan sekitar kawasan hutan lindung Gunung Nona Kota Ambon.
Dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon ditemukan komunitas pohon Tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese) yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis prioritas yang sedang dikembangkan dalam kawasan terutama untuk tujuan reboisasi demi mempertahankan fungsi konservasi kawasan. Hasil pemantauan terhadap komunitas pohon Tusam dalam kawasan ditemukan adanya gejala – gejala serangan hama sehingga dikwatirkan akan ikut menganggu kwantitas maupun kwantitas dari pohon Tusam yang pada gilirannya juga akan berimbas pada keberadaan dan fungsi kawasan secara menyeluruh.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang mendetail untuk mengetahui jenis hama dan intensitas kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman Tusam akibat serangan hama dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon sehingga dapat ditentukan pola pencegahan maupun pengendalian yang tepat secara efektif dan efisien.









1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui jenis-jenis hama yang menyebabkan penurunan kualitas tegakan pada tanaman Tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese).
2) Menentukan intensitas kerusakan pada tanaman Tusam ( Pinus merkusii Jung et de Vriese) dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon


II. METODE PENELITIAN

2.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yakni penelitian lapangan di kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon seluas 877, 78 ha pada bulan Juli hingga September 2008 dan dilanjutkan dengan penelitian laboratorium pada Laboratorium Biologi Dasar Fakultas KIP Universitas Pattimura Ambon pada bulan Oktober 2008 hingga November 2008.
Hutan Lindung Gunung Nona tergolong iklim tipe B (Bulan Basah) dengan curah hujan pertahun sebesar 2,8396 mm dengan rata – rata hujan pertahun adalah 187,90 hari. Suhu udara makro di Kota Ambon mencapai 26,5 oC dan suhu mikro dalam kawasan 25, 5 oC dengan kelembaban mikro 75 %. Kondisi lahan dalam areal hutan lindung Gunung Nona adalah bergelombang hingga curam dengan kelerengan 8 hingga > 45 % dengan jenis tanahnya adalah batuan beku ( granit, kuarsa, peridotit ) dan batuan sedimen ( Batu Pasir dan Koral)

.


2.2. Alat Dan Bahan
2.2.1. Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : teropong, kompas, lup (kaca pembesar), mikroskop, kamera digital , kantong plastik, pisau, tali arafia, parang, botol hama, altimeter, termometer.
2.2.2. Bahan
Yang menjadi obyek pengamatan dalam penelitian ini adalah hama-hama pada tanaman Tusam dengan bahan yang dipakai adalah Alkohol 70 %.
2.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei pada areal seluas 87 Ha ( Sampel 10 % dari total luas area ) dan dibuat jalur – jalur pengamatan dengan ukuran 100 meter x 10 meter dimana pada tiap jalurnya diambil 10 pohon sebagai sampel dan dilakukan pengamatan terhadap akar, batang dan daun.
2.4. Pelaksanaan Penelitian
2.4.1. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilaksanakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder pengumpulan data. Data primer diperoleh dengan cara melaksanakan penelitian langsung ke lapangan untuk melihat hama dan intensitas kerusakan yang ditimbulkan serta sistem kultur teknis pada areal hutan lindung antara lain sanitasi, pemupukan, pengendalian hama, dan jarak tanam. Data sekunder meliputi keadaan curah hujan, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang diperoleh dari stasiun meteorologi Kota Ambon. Untuk menghitung intensitas kerusakan daun akibat serangan hama digunakan pendekatan intensitas kerusakan hama yang dikemukakan oleh Natawigena (1982) dalam Sugiharso (1988)
∑ (n x v)
P = x 100 %
Z x N

Dimana : P = Intensitas kerusakan
n = Jumlah daun pertanaman dari tiap kategori
v = Nilai skala dari tiap kategori
Z = Nilai skala yang ditetapkan tertinggi
N = Banyaknya daun pertanaman yang diamati
Untuk menghitung intensitas kerusakan mutlak pada tanaman akibat serangan setiap jenis hama digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Natawigena (1982)
a
P = x 100 %
b

Dimana : P = Intensitas kerusakan
a = Jumlah tanaman yang terserang
b = Jumlah tanaman yang diamati
Besarnya nilai intensitas kerusakan dan luas serangan didasarkan pada kriteria serangan yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 1. Kriteria Penentuan Nilai Skala untuk Setiap Kategori Serangan

Nilai Skala Presentase Kriteria
0 0 Normal
1 > 0-25 Ringan
2 > 25-50 Sedang
3 > 50-75 Berat
4 > 75 Sangat Berat
Sumber : Natawigena, 1982 dalam Sugiharso, 1988.
Untuk menghitung luas serangan akibat serangan setiap jenis hama digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Natawigena (1982) :
a
P = x 100 %
b

Dimana : P = Luas serangan
a = Banyaknya tanaman contoh yang diserang
b = Banyaknya tanaman contoh yang diamati
Untuk mengetahui kategori serangan maka didasarkan pada kriteria penentuan kategori serangan yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Penentuan Kategori Serangan
Nilai Skala Presentase Kerusakan Kriteria
0 0 Normal
1 > 0-25 Ringan
2 > 25-50 Sedang
3 > 50-75 Berat
4 > 75 Sangat Berat
Sumber : Natawigena, 1982 dalam Sugiharso, 1988.
3.4.2. Penelitian Laboratorium

Penelitian laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi jenis hama yang ditemukan hingga tingkat spesies dengan menggunakan kunci determinasi serangga dari Borror, dkk (1992) .



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Hama
Berdasarkan hasil penelitian maka jenis hama yang ditemukan adalah hama pemakan daun yaitu Siput Daun Tusam (Mollusca sp), Ulat Api Coklat (Thosea sp) dan hama penngerek batang dan akaar yakni Kupu-kupu coklat Tusam (Papilio sp) dan Rayap Tanah (Mactotermes gilvus hagen).
4.1.1. Siput Daun Tusam (Mollusca sp)
Siput Daun Tusam digolongkan kedalam ordo Mollusca. Hasil pengamatan menunjukan bahwa jenis ini mengkonsumsi cairan yang ada di pucuk tanaman Tusam akibatnya daun menjadi layu, berwarna kuning kecoklatan, dan kemudian menjadi kering.
4.1. 2 Ulat Api Coklat (Thosea sp)
Ulat Api Coklat digolongkan kedalam ordo Lepidoptera, famili Limacodidae. Hama ni menyerang pucuk daun Tusam akibatnya sebagian pucuk daun akan dimakan habis dan daun rontok secara perlahan – lahan dan yang tertinggal hanya cabang – cabang pohon. Pada saat penelitian ditemukan hama ini berada pada stadia larva.
Larva memiliki bulu – bulu berwara coklat kehitaman disepanjang tubuhnya dengan panjang antara 15 – 18 mm dan apabila tersentuh kulit tubuh manusia akan terasa sangat gatal. Panjang tubuh larva 4,5 cm – 5 cm dan lebar 8 – 9 mm berbentuk bulat panjang, mempunyai thoraks yang kecil. Larva bergerak dengan gerakan merangkak dan memiliki tipe mulut menggigit mengunyah




4.1. 3. Kupu-kupu Coklat Tusam (Papilio sp)

Kupu-kupu Coklat Tusam digolongkan dalam ordo Lepidoptera, famili Papilionae. Pada saat penelitian yang ditemukan adalah sejumlah kepompong yang melekat pada dedaunan pohon Tusam.
Kepompong berwarna coklat kehitaman dengan garis – garis putih yang melingkar sepanjang kepompong dengan panjang rumah kepompong mencapai 5,5 cm dan diameter 1,5 cm.
Gejala serangan Kupu-kupu Coklat Tusam yakni sebagian daun Tusam yang sudah tua akan dimakan habis sehingga bagian yang tertinggal akan menjadi layu, berwarna kuning dan lama-kelamaan akan gugur hingga habis.

4.1. 4 Rayap Tanah (Macrotermes gilvus hagen)

Rayap jenis ini biasanya menimbulkan kerusakan terutama pada jaringan tanaman yang kaya akan zat pati/selulosa. Rayap ini berukuran kecil, antena berbentuuk seperti benang dan berekor pendek. Dalam kawasan hutan lindung rayap menyerang batang sebelah luar dengan membuat lorong-lorong pada kulit batang yang berjalur agak ke dalam hingga bagian sebelah dalam dari batang pohon Tusam. Gejala serangan rayap langsung dapat diketahui, karena pada bagian pohon yang terserang rayap akan membuat pelindung-pelindung berupa terowongan atau lorong-lorong yang tertutup dan terbuat dari tanah yang dicampur dangan sekresi mereka. Terowongan-terowongan tersebut dipakai sebagai jalan dari satu tempat ke tempat lain pada pohon yang terserang, atau antara pohon yang terserang dengan tanah, sehingga lorong-lorong tersebut berfungsi sebagai jalan penghubung akibatnya tegakan menjadi lapuk, busuk, berongga, dan akhirnya tumbang.
4.2. Kerusakan Tanaman
4.2.1. Intensitas Kerusakan Dan Luas Serangan
Intensitas kerusakan tertinggi akibat serangan hama pada tanaman tusam ( Pinus merkusii Jung et de Vriese ) di Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon adalah Siput Daun tusam ( 29,96% ) , Ulat Api Coklat ( 38,13% ), Kupu - Kupu Coklat Tusam (37, 9% ) dan Rayap tanah ( 60,53% ) sedangkan luas serangan yang ditimbulkan akibat serangan keempat jenis hama Tanaman Tusam adalah Hama Siput Daun Tusam sebesar 20,78% tergolong kriteria ringan, Ulat api coklat sebesar 30,38% tergolong kriteria sedang , Kupu-kupu Coklat tusam sebesar 29,04% tergolong kriteria sedang dan Rayap tanah 68% tergolong kriteria berat. Perbedaan intensitas kerusakan dan luas serangan akibat serangan keempat jenis hama dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni :
a. Kultur Teknis
Tindakan pemeliharaan tanaman yang meliputi pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta penyiangan terhadap gulma atau tanaman-tanaman penggangu lainnya tidak pernah dilakukan dalam kawasan hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon akibatnya ketahanan tanaman menurun ketika diserang oleh hama maupun penyakit. Disamping itu karena tidak pernah dilakukannya tindakan pengendalian hama maka berakibat penyebaran hama semakin meluas sehingga banyak tanaman yang terserang. Penyiangan terhadap gulma tidak pernah dilakukan sehingga terjadi kompetisi antara gulma dan tanaman dalam hal unsur hara, CO2 dan air akibatnya pertumbuhan tanaman tusam mengalami gangguan sehingga mudah sekali terserang hama.faktor jarak tanamanpun turut berbengaruh terhadap penyebaran dari kelima jenis diatas.
b. Iklim
Faktor iklim yang meliputi suhu,kelembaban dan kecepatan angin turut menunjang pertumbuhan tanaman maupun perkembangan hama. Hal ini dapat dilihat dari suhu optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman Tusam adalah 18 C-30 C, dimana suhu ini sesuai dengan suhu makro optimal ( 26,5 0 C ) dan suhu mikro adalah 25,5 0C, dan kelembaban 71,5%.
Intensitas kerusakan dan luas serangan dari keempat jenis hama ini berbeda satu sama lain disebabakan karena setiap jenis hama memeliki interval suhu masing-masing untuk hidup dan berkembang biak. Suhu yang efektif bagi perkembangan hama yakni suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC-26oC, suhu maksimum 45oC ( Natawigena,1990 ).luas serangan dari hama Rayap Tanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan luas serangan hama lainnya. Hal inididuga karena ketersediaan bahan makanan dan kondisi lingkungan yang cocok bagi perkembangan rayap serta pengaruh faktor – faktor iklim yang turut mendukung. Disamping itu keberadaan gulma yang cukup banyak serta adanya jenis-jenis tanaman hutan lainnya dan tumbuhan pengganggu yang tumbuh dalam kawasan ikut berpengaruh terhadap kehidupan rayap dalam tanah maupun di sekitar pohon Tusam
c. Tanaman Jenis Lain Sebagai Tanaman Inang
Beberapa jenis tanaman hutan lainnya yang diduga dapat berperan sebagai tanaman inang bagi keempat jenis hama yang menyerang Tusam yakni Cemara (Casuarina Sp), Jambu Mete (Anacardium ocidentale), Salawaku (Paraserianthes falcataria), Ketapang (Terminalia catapa), Akasia (Acaccia decurens), Lamtoro (Leucaena glauca), Nani (Metrosideros vera). Kehadiran tanaman-tanaman hutan ini diduga dapat berfungsi sebagai inang lain atau sumber makanan lain bagi keberadaan dan penyebaran keempat jenis hama dalam kawasan.
d. Sifat Tanaman
Sifat tanaman Tusam (Pinus merkusii jung et de Vriese) diperkirakan dapat mempengaruhui keberadaan hama dalam menimbulkan kerusakan, dalam hal sifat fisik, sifat kimia tanaman dan umur tanaman. Kondisi ini jelas terlihat pada kerusakan yang ditimbulkan oleh setiap jenis hama. Tusam dikategorikan sebagai tanaman yang cepat tumbuh ( Fast growing spescies ) sehingga luka akibat serangan hama pada batang akan segera tertutup oleh Kalus yang dimiliki oleh tanaman Tusam sehingga serangan hama pada batang tidak terlalu banyak mempengaruhi kondisi tegakan yang ada. Selain itu umur tanaman Tusam dalam kawasan juga ikut berpengaruh terhadap ketahanan tanaman untuk diserang hama . tanaman Tusam yang tumbuh dalam areal diperkirakan berumur antara 10-12 Tahun sehingga menyulitkan hama batang untuk melakukan serangan, kerana semakin tua umur tanaman maka kemampuan mengatasi gangguan akibat serangan akan semakin kuat sehingga hama penggerak batang sulit untuk melakukan serangan, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sunjaya (1970) bahwa umur tanaman mempengaruhi keras lunaknya atau rapat tidaknya ikatan pembuluh unttuk dijadikan sumber makanan bagi hama batang.
V. Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Empat Jenis hama yang menimbulkan kerusakan pada tanaman Tusam (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di areal hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon adalah hama pemakan daun yakni Siput Daun Tusam (Mollusca sp) dan Ulat Api Coklat (Thosea sp) dan hama penggerek batang , Kupu-kupu Coklat (Papilio sp), dan Rayap Tanah ( Macrotermes gilvus hagen).
2. Faktor utama yang sangat mempengaruhi kehadiran keempat jenis hama dalam kawasan adalah faktor iklim meliputi suhu, kelembaban dan curah hujan
3. Sistem Kultur teknis berupa pemupukan, pengendalian hama, penyiangan gulma, pengaturan jarak tanam dan kehadiran tanaman inang lainnya turut berperan terhadap kehadiran keempat jenis hama dalam kawasan.



DAFTAR PUSTAKA

Natawigena, H., 1982. pestisida dan kegunaannya. Jurusan Poteksi Tanaman Faperta Unpad. Bandung.
Borror , Triplehorn and Jhonson, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam.
Gajah Mada University Press.
Sugiharso, S. 1988. Dasar perlindungan Tanaman. Departemen Perlindungan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta Bogor.

Perbedaan intensitas kerusakan dan luas serangan akibat serangan keempat jenis hama dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
d. Kultur Teknis
Tindakan pemeliharaan dalam kawasan hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon tidak pernah dilakukan, akibatnya ketahanan tanaman menurun ketika diserang oleh hama maupun penyakit. Disamping itu karena tidak pernah dilakukannya tindakan pengendalian hama maka berakibat penyebaran hama semakin meluas sehingga banyak tanaman yang terserang. Penyiangan terhadap gulma tidak pernah dilakukan sehingga terjadi kompetisi antara gulma dan tanaman dalam hal unsur hara, CO2 dan air akibatnya pertumbuhan tanaman tusam mengalami gangguan sehingga mudah sekali terserang hama.faktor jarak tanamanpun turut berbengaruh terhadap penyebaran dari kelima jenis diatas.



e. Iklim
Faktor iklim yang meliputi suhu, kelembaban dan kecepatan angin turut menunjang pertumbuhan tanaman maupun perkembangan hama. Hal ini dapat dilihat dari suhu optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tusam adalah 18° C-30° C, dimana suhu ini sesuai dengan suhu makro optimal ( 26,5° C ) dan suhu mikro adalah 25,5° C, dan kelembaban 71,5%. Intensitas kerusakan dan luas serangan dari keempat jenis hama ini berbeda satu sama lain disebabkan karena setiap jenis hama memiliki interval suhu masing-masing untuk hidup dan berkembang biak. Suhu yang efektif bagi perkembangan hama yakni suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC-26oC, suhu maksimum 45oC ( Natawigena,1990 ). Luas serangan dari hama rayap tanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan luas serangan hama lainnya, hal ini diduga karena ketersediaan bahan makanan dan kondisi lingkungan yang cocok bagi perkembangan rayap serta pengaruh faktor – faktor iklim yang turut mendukung.

c. Sifat Tanaman
Sifat tusam diperkirakan dapat mempengaruhi keberadaan hama dalam menimbulkan kerusakan, dalam hal sifat fisik, sifat kimia tanaman dan umur tanaman. Kondisi ini jelas terlihat pada kerusakan yang ditimbulkan oleh setiap jenis hama. Tusam dikategorikan sebagai tanaman yang cepat tumbuh ( fast growing spescies ) sehingga luka akibat serangan hama pada batang akan segera tertutup oleh kalus yang dimiliki tusam sehingga serangan hama pada batang tidak terlalu banyak mempengaruhi kondisi tegakan yang ada. Selain itu umur tusam dalam kawasan juga ikut berpengaruh terhadap ketahanan tanaman untuk diserang hama. Tusam yang tumbuh dalam kawasan diperkirakan berumur antara 10-12 tahun sehingga menyulitkan hama batang untuk melakukan serangan, kerana semakin tua umur tanaman maka kemampuan mengatasi gangguan akibat serangan akan semakin kuat sehingga hama penggerak batang sulit untuk melakukan serangan, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sunjaya (1970) bahwa umur tanaman mempengaruhi keras lunaknya atau rapat tidaknya ikatan pembuluh unttuk dijadikan sumber makanan bagi hama batang.

Tidak ada komentar: